Banyak pebisnis sering mendengar istilah ritel dalam aktivitas sehari-hari, mulai dari pengelolaan stok, penjualan di toko, hingga pemasaran produk.
Namun, masih banyak yang belum memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan bisnis ritel, bagaimana cara kerjanya, serta jenis-jenis ritel yang umum di Indonesia.
Padahal, memahami karakteristik bisnis ritel sangat penting sebelum memilih model usaha yang tepat baik untuk ritel offline, online, maupun ritel omnichannel yang kini semakin populer.
Artikel ini akan membantu kamu memahami pengertian ritel, fungsi, jenis-jenis, hingga strategi menjalankan bisnis ritel yang sukses.
Apa Itu Bisnis Ritel?
Berdasarkan Shopify, retail adalah gambaram penjualan produk atau layanan kepada konsumen untuk penggunaan pribadi. Transaksi sendiri dapat terjadi melalui media yang berbeda, seperti online, toko fisik, atau melalui penjualan langsung (direct selling).
Sedangkan bisnis ritel adalah seluruh aktivitas pemasaran, penjualan, dan pendistribusian produk kepada konsumen akhir secara langsung. Artinya, produk yang dibeli di toko ritel tidak untuk dijual kembali, melainkan untuk dipakai atau dikonsumsi.
Pebisnis yang menjalankan kegiatan usaha ini biasa disebut pengecer.
Biasanya, pengecer membeli barang dari produsen atau distributor dalam jumlah besar (grosir) untuk mendapatkan harga lebih murah. Kemudian barang tersebut dijual kembali dalam jumlah satuan atau kecil kepada pembeli.
Baca juga: 6 Tips Memilih Aplikasi Kasir Pos Terbaik Untuk Bisnis Ritel
Fungsi Bisnis Ritel
Bisnis ritel memiliki peran penting dalam ekosistem distribusi barang dan pengalaman konsumen. Berikut beberapa fungsi utama bisnis retail:
1. Menjadi Penghubung Produsen dan Konsumen
Produsen tidak mungkin menjual satu-per-satu ke pelanggan. Di sinilah ritel mengambil peran sebagai penghubung yang mempercepat distribusi produk.
2. Mendukung Perputaran Ekonomi
Karena lokasinya dekat dengan masyarakat (seperti minimarket atau toko kelontong), produk mudah dijangkau dan transaksi terjadi lebih cepat.
3. Memacu Produksi Besar
Semakin tinggi permintaan ritel, makin besar pula skala produksi produsen. Tanpa ritel, barang tidak tersalurkan dengan optimal.
4. Meningkatkan Kualitas Hidup Konsumen
Ritel menyediakan barang sesuai permintaan masyarakat—mulai dari kebutuhan harian, fashion, layanan jasa, hingga produk gaya hidup.
Kelebihan dan Kekurangan dari Bisnis Ritel
Kalau sebelumnya, kita udah membahas mengenai pengertian bisnis ritel dan fungsi bisnis retail, lalu apa saja kelebihan bisnis ritel dibandingkan bisnis lainnya?
Yuk, simak beberapa kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan Usaha Ritel
- Usaha retai dapat dimulai dengan modal kecil dan bisa mendapatkan keuntungan yang besar jika menggunakan strategi pemasaran yang tepat.
- Bisnis franchise bisa menjadi solusi untuk para pebisnis ritel pemula.
- Jenis produk yang jelas memudahkan dalam menarik konsumen potensial.
Kekurangan Usaha Ritel
- Butuh keahlian untuk mengelola toko, tanpa adanya keahlian resiko rugi cukup besar
- Ritel skala kecil masih sulit berkembang sehingga kalah dengan bisnis yang lebih besar
- Jika hanya mengandalkan toko tanpa bisnis online maka pemasaran akan kurang optimal
Baca juga: 5 Manfaat Utama Manajemen Inventory Dalam Bisnis Ritel
Jenis Bisnis Ritel
Ada 4 jenis bisnis retail yang umumnya sering ditemukan di sekitar kamu. Adapun jenisnya, seperti:
1. Berdasarkan Skala Penjualan
- Skala besar adalah jenis bisnis retail, dimana pengecer yang menyediakan barang yang dijual dalam jumlah besar. Contoh dari klasifikasi jenis ritel ini seperti hypermarket, supermarket, dan department store. Banyak orang menyebut contoh dari klasifikasi ini sebagai modern trade, selain karena memiliki skala yang besar tetapi juga bernuansa modern dari lokasi dan layanannya.
- Skala kecil adalah pengecer yang menjual barang dalam jumlah satuan lebih kecil. Biasa disebut juga general trade atau tradisional ritel karena umumnya dilakukan secara konvensional oleh perorangan. Contoh dari jenis ritel ini adalah kios, butik, dan toko kecil.
2. Berdasarkan Kepemilikan
- Ritel Mandiri adalah jenis ini, bisnis ritel dimiliki oleh individu atau perorangan. Umumnya berskala kecil dan dikerjakan secara mandiri oleh sang pemilik. Seiring dengan berkembangnya usaha, barulah sang pemilik menambah jumlah karyawan, menambah modal usaha dan menggunakan sistem dan manajemen yang lebih baik.
- Franchise/ Waralaba Merupakan jenis bisnis ritel dengan membeli atau menyewa hak untuk menggunakan konsep hingga produk dari brand tertentu. Dengan model seperti ini, pebisnis yang mendapatkan hak tersebut bisa menjual produk yang sudah dikenal di masyarakat.
- Corporate Chain adalah kepemilikan dari jenis ritel ini ialah gabungan dari beberapa individu pemegang saham dari perusahaan. Jenis ini dilakukan oleh korporasi dan umumnya berskala besar.
Baca juga: Bisnis Franchise: Pengertian, Cara Kerja, dan Keuntungannya
3. Berdasarkan Teknik Pemasaran
- Ritel Offline adalah proses transaksi pada jenis ini bisa terlaksana tanpa adanya jaringan internet. Mengharuskan kehadiran konsumen didalam toko untuk proses pembelian. Biasanya pemilik ritel offline ini menggunakan strategi pemasaran in-store promotion seperti pasang banner, spanduk atau property fisik untuk mengaktivasi konsumen untuk bertransaksi.
- Ritel Online, dimana tidak menggunakan toko fisik untuk pemasarannya. Melainkan melalui media digital seperti membuat akun toko di berbagai marketplace, berjualan di media social, atau bahkan memiliki website toko online pribadi.
4. Berdasarkan Produk yang Dijual
- Produk atau Barang: Jenis bisnis retail, dimana pengecer menjual barang yang berupa barang fisik bertujuan untuk kebutuhan sehari-hari. Contoh jenis ritel ini adalah peralatan dapur, makanan, pakaian, atau toko elektronik.
- Retail Jasa: Berbeda dengan sebelumnya, jenis bisnis retail ini menawarkan layanan atau jasa. Misalnya, ojek online, layanan perbankan, bengkel, dan lain-lain.
- Ritel Non-Toko merupakan jenis ritel yang memasarkan produk melalui media. Misalnya, menjual minuman melalui toko online dan vending machine. Penjual yang menjual barang dalam jumlah kecil dan langsung ke pelanggan, maka termasuk ke dalam e-commerce dan dapat dikategorikan sebagai bisnis ritel juga.
Baca juga : 5 alasan kenapa kamu wajib buat website toko online buat bisnis
Strategi Memulai Bisnis Ritel
Memulai bisnis ritel itu mirip seperti membangun sebuah toko impian. Kamu mungkin sudah membayangkan pintu kaca yang terbuka pelan saat pelanggan masuk, rak-rak yang rapi, dan suara “ting” dari mesin kasir ketika transaksi terjadi.
Tapi sebelum semua itu terwujud, ada beberapa langkah penting yang harus disiapkan agar toko berjalan lancar sejak hari pertama.
Bagi kamu yang tertarik untuk memulai bisnis ritel, berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan:
1. Pilih Lokasi yang Tepat — “Karena Toko yang Bagus Butuh Mata yang Melihat”
Bayangkan kamu membuka toko sembako di jalan kecil yang sepi, jauh dari permukiman. Meskipun barang lengkap, pelanggan tidak akan datang—karena mereka bahkan tidak tahu kamu ada di sana.
Sebaliknya, coba bayangkan membuka toko kecil di depan gang perumahan. Setiap pagi, ibu-ibu lewat sambil mengantar anak sekolah. Sore harinya, warga pulang kerja dan mampir beli kebutuhan harian.
Lokasi seperti itu membuat toko kamu hidup.
Itu sebabnya, memilih lokasi bukan hanya soal murah atau strategis, tetapi soal berada di tengah alur kehidupan calon pelanggan. Dekat perumahan, sekolah, kantor, atau tempat ramai yang setiap harinya punya potensi orang masuk dan beli.
2. Analisis Konsumen
Setiap area punya karakter.
Ada lingkungan yang konsumennya suka belanja cepat: grab-and-go.
Ada juga yang konsumennya suka memilih dengan detail, membandingkan harga, atau mencari variasi produk.
Ceritanya begini:
Kamu buka toko frozen food di area yang warganya dominan mahasiswa. Ternyata produk yang paling laris justru nugget ukuran kecil dan makanan cepat saji — bukan paket kiloan seperti yang kamu rencanakan.
Sementara di area keluarga muda, justru stok besar lebih cepat habis.
Di sini kamu belajar bahwa belajar perilaku pembeli jauh lebih penting daripada sekadar menjual produk yang kamu suka.
Dengan memahami:
- kebutuhan harian mereka,
- daya beli,
- produk favorit,
- hingga pola belanja,
kamu bisa menentukan rak mana yang harus paling lengkap, jam buka toko, sampai strategi harga yang pas.
3. Bangun Pengalaman Belanja yang Baik — “Bikin Pembeli Senang untuk Kembali”
Pernah masuk ke toko yang barangnya berdebu, label harga hilang, dan penjualnya seperti tidak peduli?
Biasanya, kita keluar dengan cepat dan tidak ingin kembali, kan?
Sementara toko yang nyaman dan ramah itu bikin betah. Pencahayaannya enak, rak tertata rapi, harga jelas, dan produk selalu tersedia. Dalam bisnis ritel, pengalaman seperti itulah yang bikin pelanggan loyal.
Misalnya:
- Seorang ibu datang mencari deterjen favoritnya.
- Kamu selalu punya stok.
- Harganya jelas dan tidak berubah-ubah.
- Kasirnya cepat dan sopan.
Besoknya?
Dia akan datang lagi bahkan mungkin mulai beli kebutuhan lain di toko kamu.
Ingatan pelanggan terhadap toko ritel bersifat emosional. Jika mereka merasa nyaman, mereka kembali. Apabila jika mereka kesal, mereka pindah.
4. Gunakan Teknologi untuk Efisiensi
Bayangkan kamu punya 200 jenis barang. Kalau semuanya dicatat manual, cepat atau lambat kekacauan akan datang:
- stok salah hitung,
- barang hilang tapi tidak ketahuan,
- harga tercampur,
- laporan penjualan berantakan.
Lalu kamu mulai jualan di Shopee, Tokopedia, dan masih punya toko fisik. Tanpa sistem, stok bisa saling bertabrakan. Marketplace bilang barang ada, padahal di toko fisik sudah ludes. Kejadian seperti inilah yang membuat pelanggan kecewa.
Di sinilah teknologi menjadi “teman setia” pebisnis ritel.
Mulai dari:
- POS yang membuat transaksi cepat,
- sistem inventory yang memberi notifikasi saat stok menipis,
- hingga integrasi omnichannel yang menyamakan stok toko fisik dan online secara real-time.
Dengan teknologi, kamu tidak lagi menebak-nebak. Semua data ada di depan mata: penjualan, stok, produk laris, produk mati, hingga laba harian.
Hasilnya? Toko lebih efisien, keputusan lebih akurat, dan bisnis lebih mudah berkembang.
Tantangan dalam Bisnis Ritel
Bisnis ritel memiliki potensi besar, tetapi juga menghadapi berbagai tantangan operasional, persaingan, dan perubahan pasar. Berikut tantangan utama yang sering dialami pebisnis ritel di Indonesia:
1. Persaingan yang Semakin Ketat
Industri ritel adalah salah satu sektor dengan kompetisi paling tinggi karena mudah dimulai dan banyak pemain besar yang sudah mapan. Tantangan yang muncul meliputi:
- Hadirnya ritel modern dengan harga dan promo agresif
- Perang harga antar toko
- Konsumen semakin sensitif terhadap harga dan kualitas
- Jumlah pilihan produk dan toko yang semakin banyak
Pebisnis ritel perlu memiliki keunggulan yang membedakan agar tetap bertahan, seperti layanan pelanggan, produk unik, atau pengalaman belanja yang lebih baik.
2. Perubahan Perilaku dan Tren Konsumen
Konsumen modern lebih dinamis dan cepat berubah. Mereka menginginkan:
- Produk yang sesuai tren
- Harga kompetitif
- Ketersediaan stok yang konsisten
- Kemudahan membeli baik online maupun offline
Tren seperti belanja lewat marketplace, social commerce, dan kebutuhan belanja cepat (quick commerce) memaksa bisnis ritel untuk terus beradaptasi.
3. Manajemen Stok yang Kompleks
Manajemen stok adalah salah satu tantangan terbesar dalam bisnis ritel, terutama untuk ritel dengan banyak SKU atau menjual di banyak channel. Tantangan yang sering muncul:
- Stok tidak akurat akibat pencatatan manual
- Overstock (kelebihan stok) yang memakan modal
- Out-of-stock yang menyebabkan hilangnya penjualan
- Kesulitan mengelola stok saat jualan di toko fisik dan marketplace secara bersamaan
- Tidak adanya kontrol stok minimum atau reorder point
Tanpa sistem yang baik, bisnis ritel mudah mengalami kerugian karena permintaan yang tidak terpenuhi atau barang menumpuk.
4. Operasional yang Rumit dan Banyak Komponen
Bisnis ritel melibatkan banyak proses harian, seperti:
- Penerimaan barang dari supplier
- Penataan barang di rak
- Manajemen karyawan
- Pelayanan pelanggan
- Penghitungan kas dan laporan penjualan
- Pengelolaan retur dan barang rusak
Semakin besar bisnisnya, semakin rumit prosesnya. Tanpa SOP atau sistem yang jelas, operasional bisa menjadi tidak efisien dan rawan kesalahan.
5. Harga Bahan Baku dan Biaya Operasional yang Tidak Stabil
Ritel sangat sensitif terhadap perubahan harga, karena keuntungan biasanya berasal dari margin yang relatif kecil. Tantangan ini termasuk:
- Harga barang yang naik dari supplier
- Biaya listrik dan sewa tempat yang meningkat
- Kenaikan gaji karyawan
- Biaya logistik yang semakin tinggi
Pebisnis harus pintar menjaga margin sambil tetap kompetitif di mata pelanggan.
6. Ketergantungan pada Lokasi dan Traffic Pengunjung
Untuk ritel offline, lokasi adalah sumber pengunjung utama. Tantangannya:
- Jika traffic menurun, penjualan langsung turun
- Toko di lokasi kurang strategis sulit berkembang
- Perubahan lingkungan (misalnya jalan baru atau pesaing baru) dapat memengaruhi jumlah pengunjung
Ritel modern kini banyak yang mengombinasikan toko fisik dengan penjualan online untuk mengurangi risiko ini.
7. Keterbatasan SDM dan Keterampilan
Dalam ritel, karyawan memiliki peran penting dalam:
- Pelayanan pelanggan
- Penataan barang
- Manajemen gudang
- Pengelolaan kas
Tantangan besar muncul ketika:
- Karyawan tidak terlatih
- Tingkat turnover tinggi
- Kurangnya pemahaman teknologi
- Tidak ada SOP yang jelas
SDM yang kurang kompeten dapat berdampak langsung ke kualitas layanan dan akurasi operasional.
8. Integrasi Penjualan Offline & Online
Banyak ritel kini berjualan di toko fisik + marketplace + media sosial. Tantangan integrasi ini meliputi:
- Sinkronisasi stok tidak real-time
- Kesulitan memproses pesanan yang datang bersamaan
- Kesalahan input data penjualan
- Harga dan promo yang tidak seragam di semua channel
Tanpa sistem omnichannel, pengelolaan multi-channel bisa kacau dan meningkatkan risiko overselling.
9. Pengambilan Keputusan yang Tidak Berbasis Data
Banyak ritel masih mengandalkan:
- Tebakan dalam menentukan stok
- Perasaan dalam menentukan harga
- Perkiraan manual dalam reordering
Padahal keputusan yang tidak berbasis data berisiko menimbulkan kerugian karena: Salah membaca tren, Salah membeli stok, dan Salah memprediksi permintaan
10. Tantangan Retur & Barang Rusak
Ritel, khususnya yang menjual produk fisik, sering menghadapi:
- Barang retur yang tidak tercatat
- Stok rusak tidak dipisahkan
- Produk kedaluwarsa (untuk ritel makanan/minimarket)
- Barang display yang tidak dihitung sebagai stok
Jika tidak ditangani dengan benar, jumlah kerugian tak terlihat bisa sangat besar.
Contoh Bisnis Ritel
Ada beberapa contoh bisnis retail yang mungkin sering kamu jumpai mulai dari usaha ritel skala kecil sampai yang berskala besar, diantaranya :
- Warung Sembako
- Toko Kelontong
- Agen Makanan
- Minimarket
- Online Shop
- Toko Sayuran
Contoh usaha ritel sendiri tidak hanya yang sudah disebutkan dan masih banyak jenisnya berdasarkan skala penjualan sampai teknik pemasaran yang digunakan.
Kesimpulan
Nah, setelah mengetahui jenis-jenis bisnis ritel tentunya pebisnis bisa menentukan bisnis ritel seperti apa yang cocok dengan kebutuhan. Tentunya itu semua tergantung dengan target pelanggan, konsep brand atau produk dan sumber daya yang pebisnis miliki.
Apapun jenis bisnis ritelnya, pebisnis perlu memahami pengalaman berbelanja yang “seamless” bagi para pelanggan. Sekarang, baik melalui online atau offline sudah bisa terintegrasi dalam satu sistem. Sehingga bisnis ritel bisa semakin dicintai oleh pelanggan.
Dengan Jubelio, kelola bisnis ritel semakin mudah. Pebisnis bisa proses pemenuhan order baik offline maupun online hanya dengan satu platform.
Bahkan bisa terintegrasi dengan manajemen gudang hingga accounting. Untuk pelanggan toko fisik bisa menggunakan Jubelio POS agar semakin nyaman berbelanja.
Enggak hanya itu aja, Jubelio juga menyediakan berbagai penawaran menarik khusus buat kamu yang mau pakai Jubelio sekarang! Klik tombol di bawah ini ya.